Friday, February 24, 2012

Tauladan Wali Allah

Pada zaman dahulu di Makkatul Mukarromah terjadi kemarau yang sangat panjang. Sudah bertahun-tahun tidak turun hujan. Semua masyarakat sana berkumpul dan melaksanakan sholat istisqo’ (meminta hujan). Mendengar demikian, seorang ahli ibadah (sebut saja Abdul) di Mekkah merasa iba melihat usaha masyarakat Mekkah yang rela sholat di tengah panas dan kehausan. Dia pun berencana pergi ke sebuah jabal (gunung) untuk melakukan doa dan pendekatan kepada Allah. Dan berharap agar segera turunnya hujan.
Saat Abdul melakukan perjalan ke puncak jabal, dia melihat seorang yang berkulit hitam legam, bermata besar bak hendak copot, rambut berantakan, dan berpakaian compang camping. Abdul mengikutinya dengan diam-diam sampai ke puncak. Sesampai di puncak dia mengintip orang itu, apa yang dilihatnya? Orang itu melakukan sholat 2 rakaat dan pada sujut terakhir, dia berdoa “Ya Allah, turunkanlah hujan, atau aku tidak akan mengangkat dahi ku dari jabal ini” kata orang itu dengan berani. Setelah sekian detik darinya berdoa, langsung datang awan hitam. Guntur menggelegar dengan kerasnya. Suasana yang tadinya terang menjadi gelap. Terasa air jatuh dari kepala Abdul dan hujan pun turun dengan derasnya. “Oh, orang ini wali (kekasih) Allah” kata Abdul. Dilihatnya orang itu pun tersenyum dan segera turun dari jabal. Masyarakat Mekkah langsung bersorak gembira seraya berseru “Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar”. Seseorang tadi turun dari jabal dan Abdul pun mengikutinya. Dilihatnya orang tadi menuju ke sebuah rumah yang besar seperti istana. Abdul pun berencana datang kerumahnya.


Keesokan harinya, Abdul menuju ke rumah orang tadi. Abdul bertanya kepada warga sekitar tentang nama pemilik rumah tersebut, tetapi informasi yang didapatnya bahwa rumah tersebut adalah rumah untuk jual-beli budak. Abdul pun terkejut dan segera mengetuk pintu.

“Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam” kata seseorang di dalam yang ternyata adalah pemilik rumah sebenarnya, yaitu seorang penjual budak.
Ditanya oleh pemilik rumah tadi, “Apakah saudara ingin membeli budak?”
“Iya, saya ingin membeli budak” kata Abdul berpura-pura.
Dipanggil oleh pemilik rumah tadi seluruh budak-budaknya dan disuruh berbaris. Budaknya ada ratusan orang dan dari berbagai macam suku dan ras. Ada yang hitam, putih, dan sebagainya. Dilihatnya oleh Abdul satu per satu para budak tadi. Tapi dia tidak menemukan orang yang dicarinya, yaitu seseorang yang dilihatnya di jabal.
“Hanya inikah semua budak yang kamu miliki?” tanya Abdul.
“Iya, tapi ada lagi satu orang disana. Kalau untuk itu ku berikan saja, karena dia sangatlah pemalas.” kata pemilik budak.
“Bolehkan saya melihatnya?”
Pemilik budak pun membawa Abdul ke tempat seseorang tadi. Dan dilihat Abdul, ternyata sungguh pas orang yang dia lihat di jabal itu. Dan Abdul pun langsung ingin membelinya.
“Saya memilih yang ini, saya akan bayar lebih.”
“Saya rasa kau salah pilih.” kata pemilik budak.
Setelah melakukan negosiasi akhirnya budak yang sebenarnya adalah wali Allah tadi dibawa Abdul pulang kerumahnya.


Sesampainya di rumah, budak tadi bertanya.

“Kenapa kau membeliku?”
“Tidak apa-apa” kata Abdul dengan tenang.
“Aku tahu kenapa,” kata budak tadi “Ambilkan aku segelas air.”
Abdul pergi ke dapur dan membawakan segelas air putih untuk budak tadi. Budak itu ternyata tidak meminumnya, tetapi digunakannya untuk berwudhu. Budak tadi langsung melakukan sholat dua rakaat dan pada sujud terakhir budak yang sebenarnya adalah wali Allah berdoa, “Ya Allah, kewalian ku sudah diketahui orang, aku tidak ridho Ya Allah, matikan hamba-Mu ini atau aku tidak bangun dari sujud hamba.” Abdul melihatnya sujud lama sekali sampai akhirnya diperiksanya, budak tersebut sudah meninggal dunia dalam keadaan bersujud.
Subhanallah.

No comments:

Post a Comment